PERJALANAN MENUJU KEBANGKITAN DALAM
LITURGI PEKAN SUCI
Minggu Palma adalah perayaan
meriah. Ini merupakan satu-satunya liturgi yang membacakan dua bacaan dari injil,
yang mana isinya sangat kontradiktif. Orang yang sama bisa berubah sikap hanya
dalam sepekan terhadap seseorang. Yesus yang dipuja dengan berbagai macam
lambaian tangan yang bersorak gembira dengan seruan” Hosana Putera Daud,
terpujilah yang datang dalam nama Tuhan”. Diserukan sebagai raja damai oleh
bangsa israel dengan mengendarai keledai, mereka melambaikan daun zaitun memang
merupakan simbol perdamaian pada saat itu.
Tapi siapa menyangka rakyat yang sama
akan berseru terhadap orang yang sama dengan penuh kebencian dengan berteriak:
“salibkan Dia”. Dan benar orang yang mereka puja ini sungguh disalibkan. Memang
menjadi raja damai perlu pengorbanan dan itulah yang telah dilakukan Yesus,
yang kita dengarkan dan renungkan dalam kisah injil dalam minggu Palma.
Hendaknya kita merenungkan dan meresapinya dalam kehidupan kita supaya makin
mencintai Juruselamat kita.
Sering kali kita
memperlakukan orang lain seperti kelakuan orang Yahudi memuji-muji teman kita
pada saat kita membutuhkan dia, tetapi
kemudian bisa berteriak salibkan dia setelah kita tidak perlu dengan orang
tersebut. Atau sebaliknya justru kita yang mengalami seperti Yesus mendapat
berbagia pujian dan akhirnya merasa dan mengalami seperti disalibkan. Kalau
anda mengalami bersyukurlah karena kita murid Kristus akan mengalami hal yang kurang
lebih sama dengan sang Guru kita. Pengalaman seperti ini sering terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari meski tidak sedahsyat yang dialami oleh Yesus
sendiri. Demi cintanya yang total kepada kita manusia yang sreing tidak
mengerti juga bahwa kita ini dicintai dengan cinta yang tanpa batas.
Dengan sengaja atau tidak
kita juga sering berlaku seperti orang Yahudi dalam memperlakukan sesama. Wujud
nyata pertobatan kita dengan merenungkan tema APP: “makin beriman, makin
bersaudara, makin berbela rasa”. Seharusnya membantu kita untuk tidak berlaku
seperti itu. Memuji orang setinggi langit ketika sedang butuh dan mencampakannya
seperti kita berteriak salibkan dia jika orang itu sudah tidak kita butuhkan.
Problemnya kita sering melakukan ini tanpa sadar karena sudah menjadi kebiasaan
buruk dalam kehidupan. Inilah yang harus kita coba tanpa henti untuk
menghilangkannya.
Semoga pekan Suci ini menjadi
kesempatan bagi kita untuk retret dalam masa yang penuh rahmat dan bisa
membaharui diri dan hidup kita. Supaya kita diberi keberanian dan kerelaan hati
untuk bertindak seperti Yesus yang tetap bisa mencintai meskipun Dia sendiri
dalam pnderitaan dan penghinaan yang sangat parah. Dia tetap bisa menghibur
para wanita yerusalem, menyembuhkan orang yang telinganya dipotong oleh Petrus,
mendokan orang yang menyalibkan Dia. Kita biasanya kalau sudah menderita
sedikit, merasa sudah seperti akhir zaman tak bisa menolong sesama lagi. Seolah
kita adalah orang yang paling sengsara dalam kehidupan kita. (by.F.Matius Sudiantoro, SDB)
0 comments:
Post a Comment