Kiss of an Angel

That you are young is enough to make me love you very much.

There can be no virtue without obedience.

We must, each of us, be willing to sacrifice our own will, even at a heavy cost...The sacrifice that is needed is the sacrifice of the will.

Everyone invited

"If we do not give them something to think about their minds will turn to unwholesome thoughts."

"Act today in such a way that you need not blush tomorrow."

"Direct every action to the Lord by saying, “Lord, I offer You this work, please bless it.”"

"If you wish to fly high, start from the bottom.

I would like to stress good health, good moral conduct and serious studies. Health is a precious gift; take good care of it..

Saturday 29 September 2012

SabdaMu Ya Tuhan, adalah Roh dan kehidupan



Inilah refren mazmur yang kita dengarkan dalam bacaan-bacaan hari minggu biasa ke 26. Merangkum apa yang kita dengarkan dalam 3 bacaan hari ini. Pertama nabi Musa dan teman-teman yang mendapat pencurahan Roh kenabian yang akan memimpin bangsa Israel. Hampir ada peselisihan karena Yosua hendak mencegah dua tokoh yang tidak ikut hadir tapi juga dipenuhi roh kenabian itu. Tapi diatasi oleh Musa yang mengharapkan semua umat menjadi nabi karena Roh Tuhan diberikan kepada mereka.

Dalam Bacaan kedua Yudas mengecam orang-orang yang berfoya-foya, mengumpulkan harta. Dengan cara yang sangat kejam yaitu dengan menghukum dan membunuh orang jujur yang tidak dapat melawan mereka. Ini berarti melawan sabda Tuhan yang adalah Roh dan kehidupan. Yesus dalam injil hari ini mengajar kita untuk hidup dalam kebenaran, dan kalau ada bagian dari diri kita yang menyesatkan lebih baik dipotong atau dihilangkan, supaya kita tidak tersesat dalam menjalani hidup kita. Secara harafiah kalau kita mau membela kebenaran memang itu harus dilakukan, misalnya supaya orang tidak mencuri dipotong tangannya karena itulah yang dipake untuk mengambil. Terakhir itu cungkilah matamu bila menyesatkan supaya kita diselamatkan meskipun tanpa mata. Atau lebih jelas lagi suapaya kita tidak dihukum karena kejahatan mata kita.

Dalam dunia pewayangan ada tokoh namanya Antasena. Dia tidak bicara bahasa jawa kromo inggil, jadi bicara ngoko bahasa yang kasar. Dia adalah salah satu tokoh yang sangat setia dalam membela kebenaran. Siapapun yang salah dia akan lawan termasuk orang tuanya. Dalam tradisi jawa melawan orang tua itu bisa kualat seperti kisah malin kundang yang kurangajar terhadap ibunya. Tokoh Anatasena ini akan selalu membela yang benar meskipun itu orang kecil yang biasa disalahkan. Dengan kejujuran dan keberanianya dia akan terus membela yang benar untuk membela kehidupan yang sejati. Dalam wayang seorang anak tidak boleh melawan orang tuanya, tetapi Antasena berani melawan ayahnya sendiri kalau ayahnya salah. Karena ayahnya mudah sekali difitnah oleh gurunya yang sangat jahat dan culas yaitu Drona. Terutama bila ayahnya hendak menindas orang lemah yaitu Punakawan. Rakyat jelata yang sebetulnya menjadi kekuatan Pendawa; yang terangkum dalam refren mazmur: Sabdamu ya Tuhan adalah Roh dan kehidupan. 

Bagi para salesian moto yang dipilih Don Bosco bagi kita adalah Da Mihi Animas Coetera tolle artinya berilah kami jiwa-jiwa ambilah yang lainnya. Dalam injil yang dianggap sebagai yang lain itu adalah yang menyesatkan jiwa, misalnya tangan kalau menyesatkan potong saja, kaki kalau menyesatkan potong saja, dan mata bila menyesatkan hidup cungkil saja itulah perintah Yesus. Secara implisit apapun yang menyesatkan kita dari Sabda kehidupan itu harus disingkirkan. Itulah perintah Tuhan yang begitu  tegas untuk kita hari ini. Seperti Tokoh Antasena yang selalu membela kebenaran. Siapapun akan dihadapinya demi tegaknya kebenaran. Dalam kehidupan kita juga diminta untuk membela kebanaran. Yaitu Yesus sendiri yang menyatakan “Akulah jalan, kebenaran dan hidup”.

Sunday 23 September 2012

Karena Kamu Salah Berdoa



Kalimat dari St Yakobus ini sering menjadi kenyataan dalam kehidupan kita sehari-hari. Peringatan yang sangat keras ini ditulis untuk umat yang digembalakan oleh St. Yakobus yang masa menjadi uskup; tapi surat ini juga berlaku untuk kita masing-masing pada saat ini. Berdoa adalah saat kita berelasi atau berkomunikasi dengan Tuhan. Dalam kenyataanya, doa-doa kita sangat dipenuhi dengan permohonan yang tiada akhir. Cobalah kita ingat apa saja yang kita doakan selama ini. Pasti sedikit sekali ucapan syukur atas segala rahmat yang kita terima dalam seluruh kehidupan kita.
“Kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta akan kamu gunakan untuk memuaskan hawa nafsu” (Yakobus 4:3). Contoh dalam refren mazmur “Condongkanlah telingamu kepadaku, bersegeralah bebaskan aku”. Ini adalah permohonan untuk dibebaskan, tapi kebebasan itu bisa dipakai untuk berbuat jahat dan begitulah kenyataan yang terjadi dalam dunia kita sekarang. Misalnya kita memohon agar para koruptor tertangkap ya pasti kalau dibebaskan akan tetap korupsi lagi, anehnya mereka justru gampang sekali mendapat kebebasan karena banyak para penegak hukum kita sangat membela mereka ini. Dan kalau orang korupsi akan menyengsarakan orang lain.
Dalam injil hari ini Yesus menjelaskan tentang apa yang akan dialaminya untuk melaksanakan kehendak Allah Bapa” Anak manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia. Tetapi tiga hari setelah dibunuh, Ia akan bangkit”. Dalam doa seharusnya kita mohon supaya kita bisa melakukan kehendak Allah, tapi yang sering terjadi kita memaksa Allah melakukan kehendak kita, dengan mohon mujizat kesembuhan atau yang lainya. Kita perlu berdoa seperti Yesus di taman Getsmani:” Ya Bapaku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah piala ini lalu dari padaku, tetapi janganlah seperti yang  kukehendaki,  melainkan seperti yang Engkau  kehendaki”(Mat 26:39). Inilah doa yang tidak menjadi kita  seperti dikatakan st. Yakobus “ karena kamu salah berdoa”.
Sekarang marilah menyadari kalau doa kita tidak dikabulkan oleh Tuhan berarti karena kita salah berdoa. Meski berdoa kamu tidak mendapatkan apa-apa karena kamu salah berdoa. Itulah yang sering terjadi dalam hidup kita, seolah Tuhan itu pelayan kita dan harus memberikan apa saja yang kita minta. Biasanya kita memohon seakan Tuhan mempunyai kewajiban memberikan atau melakukan yang kita minta. Artinya tidak ada kerendahan hati, maka Yesus mengingatkan:”Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu hendaknya ia menjadi yang terakhir dan menjadi pelayan bagi semuanya” (Mark 9:35).
 
Berdoa ada tingkatanya pertama memohon untuk diri sendiri, kedua memohon untuk orang lain, ketiga bersyukur atas kebaikan yang ditrima, keempat bersyukur atas kebaikan yang ditrima orang lain, kelima bersyukur atas hal yang tampaknya tidak baik untuk kita. Dan seharusnya yang kita doakan untuk memuliakan Allah dan keselamatan umat manusia, ini pasti akan terlaksana kalau kita melaksanakan kehendakNya. Maka supaya tidak salah berdoa kita doakan DOA BAPA KAMI yang diajarkan Yesus pada kita semua.


(Pleh P.Matius Sudiantoso,SDB)

Ikutlah Aku



Hari ini Gereja merayakan Pesta St. Matius.  Dalam injil kita mendengarkan kisah tentang seorang pemungut cukai yang sedang bekerja di kantornya. Ketika lewat di situ tanpa banyak kata Yesus berkata: “ikutlah Aku”. Hebatnya tokoh kita yang satu ini juga melakukan hal yang sama dengan Yesus yaitu ” maka berdirilah Matius dan mengikuti Dia” (Mat 9:9). Ini adalah kisah panggilan dan jawaban yang begitu cepat dalam kehidupan nyata. Manusia sekarang pasti akan berpikir banyak sebelum meninggalkan segala miliknya untuk bertindak seperti Matius dalam injil ini.

Pemungut cukai di kalangan Yahudi dianggap sebagai orang berdosa yang tak layak untuk didekati, bahkan harus disingkirkan; tetapi Yesus yang menghadirkan Allah yang adalah kasih justru memanggil Matius untuk mengikutinya. Yesus dalam ajarannya juga memberikan tiga syarat untuk bisa mengikuti Dia: menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku”. Dan ketiganya jelas sudah dilakukan oleh Matius yaitu menyangkal dirinnya dengan meninggalkan kantornya yang nyaman untuk mengikuti Yesus yang bagi dia sendiri tidak begitu jelas, memanggul salibnya dengan menerima kenyataan dirinya sebagai pemungut cukai yang ditolak oleh bangsa Yahudi, mengikuti Yesus bukan hanya berarti berjalan di belakangnya tetapi melakukan seperti yang diperbuat Yesus mewujudkan cintakasih kepada sesama. Matius juga melakukan itu dengan mengajak banyak temannya untuk datang kepada Yesus artinya langsung menjadi rasul. Pertobatannya berdampak bagi orang lain di sekitarnya.

Sebagai pengikut Kristus kita harus menjalani pertobatan terus menerus yang berdampak juga bagi orang lain di sekitar kita seperti yang  terjadi pada Matius. Pertobatan itu menyatakan belas kasih Allah yang tanpa batas kepada kita manusia berdosa.  “ yang Kukehendaki ialah belaskasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (Mat 9:13). Banyak pemungut cukai mengalami belas kasih Tuhan melalui Matius yang sudah bertobat. Seharusnya kita juga seperti Matius membuat banyak orang yang kita jumpai dalam hidup ini mengalami kasihNYa.

Kata “Ikutlah Aku”  yang ditujukan kepada Matius itu juga berlaku untuk kita masing-masing dalam menjawab panggilan Tuhan. Beranikah kita menjadi seperti Matius yang dengan siap sedia tanpa banyak bicara menjawab panggilan itu “ Maka berdirilah Matius lalu mengikuti Dia”. Kata berdiri adalah tanda kesiapan untuk melakukan sesuatu. Yang akan dilakukan adalah kehendak Tuhan yang memanggil kita yang berkata “ yang Kukehendaki belaskasihan bukan persembahan”. Matius berdiri untuk mewujudakan belaskasihan itu dengan “datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa makan bersama-sama dengan Dia dan murid-muridNya” (Mat 9:10). Inilah wujud nyata belaskasih yang dilaksanakan oleh Matius dalam hidupnya.

Untuk mengasihi perlu pengorbanan, kita sudah melihat contoh dari St. Matius yang akhirnya juga menjadi martir karena menjalankan tugas kerasulannya dan yang mewariskan injil suci yang sampai kepada kita. Injil adalah kabar gembira yang kita terima dan harus kita bawa kepada orang lain supaya mereka juga mengalami kegembiraan. Kegembiraan itu terwujud dalam diri Yesus Kristus Allah yang menhendaki belaskasihan bagi umat manusia. Kita perlu mewujudkan belaskasih Allah itu dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga orang yang kita jumpai siapapun mereka dapat mengalami belasksih Allah melalui kehadiran kita dalam hidup mereka. Inilah jawaban kita terhadap pangilan Yesus: “ikutlah Aku”. Menjadi pembawa kasih Allah bagi sesama. 


(Oleh P.Matius Sudiantoro, SDB)

Saturday 15 September 2012

Engkau Adalah Mesias

Dalam injil hari ini kita mendengarkan pengakuan Petrus tentang siapakah Yesus itu, baginya.
 “Engkau adalah mesias”. Tapi ada pengertian yang berbeda antara mesias yang dipikirkan Yesus dan yang dipikirkan oleh Petrus. Untuk itu,  Yesus memberikan penjelasan setelah pengakuan dari Petrus bahwa Mesias yang disebut Petrus itu adalah juga adalah anak manusia yang “harus menanggung banyak penderitaan. Ia akan ditolak oleh imam kepala, tua-tua dan ahli taurat lalu dibunuh, dan bangkit sesudah tiga hari”.

Pengertian ini semakin dipertajam pada bagian berikut dari bacaan Injil; dimana Petrus yang mempunyai pengertian seperti orang israel lainya bahwa mesias itu adalah tokoh seperti raja Daud dan akan memerintah serta membebaskan mereka dari penjajahan Romawi. Dimana Petrus menegur Yesus karena Yesus mengungkapkan bahwa diriNya akan menderita.

Apa reaksi Yesus pada Petrus? Yesus malah balik menegur Petrus dengan keras “enyahlah iblis! Engkau tidak memikirkan yang dipikirkan Allah tetapi yang dipikirkan manusia”. 

Setelah itu Yesus memberikan tiga syarat untuk mengikuti Dia: 
Pertama, bersedia untuk menyangkal diri, 
kedua, rela memanggul salibnya dan 
ketiga, mau mengikuti Yesus. 

Inilah mesias yang diikuti oleh Petrus yaitu pribadi yang siap menderita sengsara. Mesias berarti yang terurapi. Biasanya adalah saat raja israel di nobatka -- ingat Saul dan Daud -- maka mereka diurapi oleh nabi yaitu Samuel sebelum menjadi raja israel. 

Yesus adalah yang terurapi, Dialah anak Allah yang menderita untuk menyelamatkan manusia. Untuk itu Yesus memilih jalan penderitaan dan pengurbanan diri.  Dalam kenyataan hidup,  kita pada dasarnya tidak pernah mau menderita demi keselamatan orang lain. Kita sering tidak rela menderita. Padahal penderitaan dan kurban Yesus telah menyelamatkan kita. Kita sering protes kepada Tuhan saat mengalami penderitaan dan kesulitan; tapi tidak ada seorangpun yang protes dan marah kepada Tuhan saat mengalami kegembiraan.

Contoh hidup yang paling nyata adalah pengorbanan seorang ibu yang akan melahirkan anaknya. Dia rela menderita demi kelahiran sang anak tercinta. Kita semua sebagai manusia tak luput dari hal ini. Karena kita ada di dunia ini dilahirkan oleh seorang ibu yang pada saat kita lahir dia rela berkorban bagi kelahiran kita dan itu sangat menderita. Namun derita itu terasa hilang ketika kita sudah lahir sebagai bayi yang bisa dipeluknya. Lalu apakah kenyataan ini membuat kita otomatis menghargai ibu kita? tidak juga.  Kita melihat banyak orang yang tidak dapat menghargai ibunya. Bahkan kadang membuat ibunya sangat menderita dalam hidupnya.

Yesus mau mengorbankan hidupnya supaya manusia dilahirkan kembali sebagai manusia baru. Dia harus mati demi kehidupan kita. manusia. Lalu bagaimana sikap kita pada Yesus? Kita sering tidak mengerti dan menghargai betapa besar pengurbanan Yesus untuk keselamatan kita. Sering kita berbuat seperti mereka yang tidak tahu berterimaksih pada ibunya. Betapa sering kita tidak mau menerima pengorbanan Kristus yang menyelamatkan kita. Tidak jarang kita menjadi seperti Petrus yang mau menjadikan Tuhan untuk melakukan yang kita kehendaki. 
Itu terlihat dari doa kita yang amat sering adalah permohonan, jarang sekali  kita mengucapkan syukur kepada mesias yang adalah penebus kita. Pasti derita Yesus akan berkurang ketika melihat manusia yang diselamatkan oleh kasihNya, bersikap penuh syukur. Terlebih lagi saat ucapan syukur kita muncul pada sikap dimana kita mau mewartakan kasihNya kepada sesama di manapun  diutus melalui perkataan, perbuatan dan kehidupan kita sehari-hari.
(oleh: P.Matius Sudiantoro, SDB)

Sunday 9 September 2012

EFATA! TERBUKALAH!

Hari-hari ini kita ada dalam masa yang bagus sekali secara nasional diajak untuk merenungkan sabda Tuhan. Dalam bulan Kitab Suci Nasional tahun ini kita diberi tema kehadiran Allah dalam Mujizat Yesus. Hari ini kita mendengarkan salah satu mujizat Yesus yaitu menyembuhkan orang yang tuli dan bisu dengan satu kata “effata” artinya terbukalah. Dan orang itu menjadi sembuh lalu bisa mendengarkan serta bicara dengan baik.

Kalau diterapkan pada kita masing-masing, inilah yang harus disembuhkan: bahwa kita membuat diri sendiri menjadi tuli terhadap Sabda Tuhan.  Jika kita tidak mau mendengarkan Sabda Tuhan kita juga tidak bisa bicara tentang Sabdanya. Tuhan sudah sangat bijaksana dengan memberi kita 2 telinga supaya lebih banyak mendengarkan, dan 1 mulut agar kita sedikit bicara. Dalam kenyataan, kita lebih banyak bicara dan tidak mau mendengarkan. Inilah yang perlu  disembuhkan  dari upaya membuat diri tuli tidak mau mendengarkan. Supaya ada mujizat, perlu kemauan dalam diri  kita untuk memberikan diri untuk disembuhkan.

Untuk segala hal memang sangat perlu keterbukaan. Penting untuk membuka hati; untuk mendengarkan suara Tuhan yang akan memberikan rahmatNya kepada kita.  Kalau kita tidak membuka diri kita maka segala yang akan Tuhan alirkan tidak akan bisa kita terima. RahmatNya bekerja karena Dia yang mengadakan dalam diri kita semua, tapi perlu juga rahmat bekerjasama dari kita. Artinya kita harus berani memberikan apa yang kita miliki untuk disempurnakan oleh Tuhan. si bisu dalam injil hari ini mau mengakui kelamahannya untuk disembuhkan, itulah kesadaran untuk mau bekerjasama dengan rahmat Allah.

Contoh lain ketika Yesus akan menggandakan roti untuk makan banyak orang perlu ada kerjasama dari seorang anak kecil yang merelakan 5 roti dan 2 ekor ikan yang dimilikinya diberikan kepada banyak orang. Kalau anak ini egois dan tidak mau terbuka memberikan rotinya, maka tidak akan ada mujizat bagi orang banyak itu. 
Dalam hidup kita sering terlalu berpikir dan bertindak ini untuk saya. Orang lain tidak peduli mereka dapat atau tidak makan yang diperlukan, sehingga merebak luas korupsi di negeri ini tanpa terkendali. Semoga Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk berani terbuka. Yang diberi perintah Effata bukan hanya orang tuli dalam injil yang baru kita dengarkan . Tapi orang tuli dan bisu itu gambaran diri kita yang tidak mau terbuka untuk menerima ajaran Yesus untuk mengasihi secara universal. Seperti kata St. Paulus “ janganlah kamu amalkan imanmu itu dengan memandang muka”. Di sini dijelaskan sikap orang yang sangat berbeda terhadap orang kaya dan orang miskin yang sangat dicela oleh St. Paulus. 

Effata! Terbukalah itu kita laksanakan, maka akan terwujudlah yang kita nyanyikan dalam reffren mazmur hari ini. "Betapa megah namamu Tuhan di seluruh bumi”. Nama Tuhan megah kalau manusia diselamatkan. Supaya diselamatkan perlu keterbukaan kita untuk mau menerima keselamatan itu dan membagikanya kepada orang lain. Maka dia disembuhkan dari ketulian untuk mendengarkan dan bisu untuk mewartakan. Membagikan kasih Tuhan yang kita terima itu bagi sesama.

Amorem Dei Ferens. (by: RoMat.SDB)

Friday 7 September 2012

Amorem Dei Ferens



Judul dalam bahasa latin ini dipilih oleh seorang yang hari ini berulang tahunnya yang ke41. Artinya tanda dan pembawa kasih Tuhan. Dalam seluruh hidupnya, dia berusaha menjadi pembawa kasih Tuhan bagi sesamanya. Maka blog ini menjadi hadiah ulang tahun baginya; sekaligus menjadi hadiah bagi siapapun yang tertarik untuk membacanya. Semoga, blog ini mampu menjadi sarana untuk meluaskan kasih Allah sehingga kasihNya itu semakin dirasakan dan dialami oleh banyak orang.

Sekarang, sebagai seorang suster, ia tentu lebih banyak dialami  dan mengalami cinta kasih yang dihadirkan dalam hidupnya melalui banyak orang; baik bagi komunitas dimana dia tinggal maupun bagi mereka yang kepadanya dia menjalankan tugas perutusan. Karena dengan menjadi anggota tarekat yang berkecimpung dalam pendidikan maka para anak didik-nya-lah yang mengalami hadirnya kasih Tuhan lewat diri suster yang hari ini berulang tahun.

Bukan kebetulan hari ini merupakan peringatan ke 9 pengikraran kaul kekal yang membuat renungan ini. Sebagai moto hidupnya” menjadi tanda dan pembawa kasih Tuhan” supaya tetap setia dalam menjawab panggilanNya. Kesetiaan ini perlu diperjuangkan hari demi hari. Tuhan sudah memberikan rahmat melimpah bagi setiap orang, tapi perlu juga rahmat kerjasama dari orangnya untuk bisa setia dalam hidup sehari-hari.  Kesetiaan ini yang mewujudkan kasih Allah menjadi nyata bisa dirasakan dan dialami semua orang yang berjumpa dengannya.

Allah adalah kasih ( I Yoh 4; 7-21) dituliskan dengan sangat jelas oleh St. Yohanes sebagai murid yang dikasihi Tuhan. Kita semua adalah anak-anak Allah mempunyai tugas dan kewajiban dalam hidup kita untuk menjadi tanda dan pembawa kasihNya. Artinya di mana saja kita hadir orang bisa mengalami dikasihi oleh Allah dalam hidupnya.

Dalam buku Ruah tanggal 7 september 2012 ada kutipan dari St. Fransisikus Sales yang adalah Doktor Cintakasih “Kasih adalah ratu dari segala kebajikan”. Seharusnya kasih itulah yang berkuasa dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Allah. Agar kita mampu menjadi pembawa kasih Allah, kita sendiri harus sudah mengalami kasihNya yang mengalir tiada henti. Dengan mengalami aliran kasih, maka kita mampu  mengalirkan kasih Tuhan itu dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pengalaman nyata bahwa kita menjadi pembawa kasih Allah itu terwujud ketika kami para peserta kursus formator para suster, bruder dan romo dari berbagai tarekat berkumpul dan hidup dalam satu komunitas selama sebulan. Masing-masing orang mewujudkan secara nyata kasih Allah bagi sesamanya dengan kehadiranya. Kesaksian hidup dalam kasih itu sungguh terlami dan dirasakan oleh semua peserta. Maka saat evaluasi akhir muncul kerinduan untuk bisa bertemu kembali dalam pembinaan lanjutan, karena memang sungguh mengalami hidup dalam rahmat kasihNya.

Semoga kita masing-masing sungguh bisa menjadi tanda dan pembawa kasih Allah dalam hidup kita. AMOREM DEI FERENS.